Pages

Senin, 11 Maret 2013

Dibalik Perayaan Nyepi di Bali

Masyarakat di Bali, khususnya yang berada di kawasan banjar Kaja, Sesetan Denpasar memiliki tradisi yang cukup unik sehari setelah perayaan Hari Raya Nyepi. Tradisi ini disebut med-medan (atau ada juga yang menyebut omed-omedan). Menurut keyakinan masyarakat setempat, jika tradisi med-medan ini tidak dilakukan, maka akan terjadi bencana yang sangat merugikan masyarakat.

Tradisi med-medan itu adalah sekelompok muda-mudi berlainan jenis saling mencari pasangannya dan kemudian berciuman di depan umum dengan disaksikan ratusan atau bahkan ribuan penonton. Pelaksanaan acara med-medan ini cukup menarik minat wisatawan asing maupun domestik menyaksikannya.
Dalam acara med-medan itu, pasangan muda-mudi ini diguyur siraman air ketika sedang berciuman. Jika Anda tergoda untuk turut serta dalam tradisi ini, sebaiknya tahan diri. Sebab, tradisi ini hanya dikhususkan bagi warga setempat, dan orang dari luar banjar Kaja tidak diperkenankan ikut.




Bukan Mesum
Di Indonesia, berciuman di depan umum tergolong perbuatan mesum. Namun, med-medan adalah perkecualian. Tradisi yang baru digelar di banjar Kaja ini merupakan rangkaian peringatan Hari Raya Nyepi Tahun Caka 1927.
Untuk mengikuti tradisi ini, setiap peserta terlebih dahulu harus mendaftarkan diri ke panitia. Setelah itu, panitia yang menentukan pasangannya.

Setelah mendapat giliran, akhirnya pasangan yang telah ditentukan itu melakukan adegan saling berciuman. Tampak banyak peserta, terutama dari kaum wanita, merasa malu-malu untuk melakukan adegan ciuman. Maklumlah, mereka melakukan hal itu disaksikan khayalak ramai.
Tetua Banjar Kaja, I Gusti Ngurah Oka Putra, menjelaskan acara ini merupakan tradisi sejak zaman nenek moyang dahulu yang hingga saat ini masih terus dilestarikan oleh para generasi mudanya. Biasanya acara ini dilaksanakan sehari setelah Hari Raya Nyepi.
Menurut Ngurah Oka Putra, warga Banjar Kaja meyakini acara “med–medan” ini mempunyai nilai magis, sehingga harus terus dilestarikan. Dahulu, papar Ngurah Oka Putra, acara ini sempat dihentikan. Namun akibatnya, banyak warga setempat menderita bencana seperti sakit.

Tidak Melanggar
Sementara itu Wakil Ketua I Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali Ngurah Sudiana kepada SH mengatakan kegiatan yang dilakukan oleh warga Banjar
Kaja adalah sah dan tidak bertentangan dengan ajaran Hindu. Hal ini mengingat dalam ajaran Hindu juga memakai tradisi masyarakat setempat, kondisi dan waktu. ”Secara agama, med-medan itu sah dan tidak bertentangan,” ujarnya.

Sudiana mengisahkan, med-medan ini yang akhirnya menjadi tradisi di masyarakat Banjar Kaja, Sesetan, berawal dari adanya perkelahian seekor babi jantan dengan seekor babi betina. Dalam konsep penciptaan, menurut Sudiana perkelahian dua makhluk yang memiliki unsur positif dan negatif itu mempunyai makna untuk menghasilkan sesuatu yang baru.
Sudiana mencontohkan air dengan api. Bila kedua benda ini digabungkan, lanjutnya, bisa menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi manusia. Misalnya, air setelah dipanaskan menggunakan api bisa dipakai untuk meminum kopi.

Med-medan mempunyai arti saling tarik-menarik antara pria dan wanita yang masih berusia remaja. Med-medan, demikian kata Sudiana, juga memiliki kekuatan untuk menetralisasi sesuatu yang negatif.
”Secara agama Hindu, acara ini mengandung kekuatan untuk menetralisasi alam dari unsur negatif,” tutur Sudiana sembari menambahkan lelaki dan perempuan juga mengandung unsur saling kontradiktif namun jika disatukan bisa menghasilkan sesuatu yang baru.

Bagaimana? Tertarik untuk mencobanya?

Sumber :  http://mutayasa.wordpress.com/unik/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah sesuai dengan kaidah yang baik. Regards.

 

Blogger news

Blogroll

About