Masyarakat di Bali, khususnya yang berada di kawasan banjar Kaja,
Sesetan Denpasar memiliki tradisi yang cukup unik sehari setelah
perayaan Hari Raya Nyepi. Tradisi ini disebut med-medan (atau ada juga yang menyebut omed-omedan). Menurut
keyakinan masyarakat setempat, jika tradisi med-medan ini tidak
dilakukan, maka akan terjadi bencana yang sangat merugikan masyarakat.
Tradisi med-medan itu adalah sekelompok muda-mudi
berlainan jenis saling mencari pasangannya dan kemudian berciuman di
depan umum dengan disaksikan ratusan atau bahkan ribuan penonton.
Pelaksanaan acara med-medan ini cukup menarik minat wisatawan asing
maupun domestik menyaksikannya.
Dalam acara med-medan itu, pasangan muda-mudi ini diguyur siraman air
ketika sedang berciuman. Jika Anda tergoda untuk turut serta dalam
tradisi ini, sebaiknya tahan diri. Sebab, tradisi ini hanya dikhususkan
bagi warga setempat, dan orang dari luar banjar Kaja tidak diperkenankan
ikut.
Bukan Mesum
Di Indonesia, berciuman di depan umum tergolong perbuatan mesum. Namun,
med-medan adalah perkecualian. Tradisi yang baru digelar di banjar Kaja
ini merupakan rangkaian peringatan Hari Raya Nyepi Tahun Caka 1927.
Untuk mengikuti tradisi ini, setiap peserta terlebih dahulu harus
mendaftarkan diri ke panitia. Setelah itu, panitia yang menentukan
pasangannya.
Setelah mendapat giliran, akhirnya pasangan yang telah ditentukan itu
melakukan adegan saling berciuman. Tampak banyak peserta, terutama dari
kaum wanita, merasa malu-malu untuk melakukan adegan ciuman. Maklumlah,
mereka melakukan hal itu disaksikan khayalak ramai.
Tetua Banjar Kaja, I Gusti Ngurah Oka Putra, menjelaskan acara ini
merupakan tradisi sejak zaman nenek moyang dahulu yang hingga saat ini
masih terus dilestarikan oleh para generasi mudanya. Biasanya acara ini
dilaksanakan sehari setelah Hari Raya Nyepi.
Menurut Ngurah Oka Putra, warga Banjar Kaja meyakini acara “med–medan”
ini mempunyai nilai magis, sehingga harus terus dilestarikan. Dahulu,
papar Ngurah Oka Putra, acara ini sempat dihentikan. Namun akibatnya,
banyak warga setempat menderita bencana seperti sakit.
Tidak Melanggar
Sementara itu Wakil Ketua I Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali
Ngurah Sudiana kepada SH mengatakan kegiatan yang dilakukan oleh warga
Banjar
Kaja adalah sah dan tidak bertentangan dengan ajaran Hindu. Hal ini
mengingat dalam ajaran Hindu juga memakai tradisi masyarakat setempat,
kondisi dan waktu. ”Secara agama, med-medan itu sah dan tidak
bertentangan,” ujarnya.
Sudiana mengisahkan, med-medan ini yang akhirnya menjadi tradisi di
masyarakat Banjar Kaja, Sesetan, berawal dari adanya perkelahian seekor
babi jantan dengan seekor babi betina. Dalam konsep penciptaan, menurut
Sudiana perkelahian dua makhluk yang memiliki unsur positif dan negatif
itu mempunyai makna untuk menghasilkan sesuatu yang baru.
Sudiana mencontohkan air dengan api. Bila kedua benda ini digabungkan,
lanjutnya, bisa menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi manusia.
Misalnya, air setelah dipanaskan menggunakan api bisa dipakai untuk
meminum kopi.
Med-medan mempunyai arti saling tarik-menarik antara pria dan wanita
yang masih berusia remaja. Med-medan, demikian kata Sudiana, juga
memiliki kekuatan untuk menetralisasi sesuatu yang negatif.
”Secara agama Hindu, acara ini mengandung kekuatan untuk menetralisasi
alam dari unsur negatif,” tutur Sudiana sembari menambahkan lelaki dan
perempuan juga mengandung unsur saling kontradiktif namun jika disatukan
bisa menghasilkan sesuatu yang baru.
Bagaimana? Tertarik untuk mencobanya?
Sumber : http://mutayasa.wordpress.com/unik/
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah sesuai dengan kaidah yang baik. Regards.